Kamis, 05 Januari 2012

Batuan Metamorf

METAMORF dan FACIES METAMORFISME



Batuan metamorf adalah batuan yang terbentuk dari proses metamorfisme batuan-batuan sebelumnya karena perubahan temperatur dan tekanan. Metamorfisme terjadi pada keadaan padat (padat ke padat) meliputi proses kristalisasi, reorientasi dan pembentukan mineral-mineral baru serta terjadi dalam lingkungan yang sama sekali berbeda dengan lingkungan batuan asalnya terbentuk. Banyak mineral yang mempunyai batas-batas kestabilan tertentu yang jika dikenakan tekanan dan temperatur yang melebihi batas tersebut maka akan terjadi penyesuaian dalam batuan dengan membentuk mineral-mineral baru yang stabil. Disamping karena pengaruh tekanan dan temperatur, metamorfisme juga dipengaruhi oleh fluida, dimana fluida (H2O) dalam jumlah bervariasi di antara butiran mineral atau pori-pori batuan yang pada umumnya mengandung ion terlarut akan mempercepat proses metamorfisme.
Batuan metamorf memiliki beragam karakteristik. Karakteristik ini dipengaruhi oleh beberapa faktor dalam pembentukan batuan tersebut ;
-          Komposisi mineral batuan asal
-          Tekanan dan temperatur saat proses metamorfisme
-          Pengaruh gaya tektonik
-          Pengaruh fluida
Pada pengklasifikasiannya berdasarkan struktur, batuan metamorf diklasifikasikan menjadi dua, yaitu :
-          Foliasi, struktur planar pada batuan metamorf sebagai akibat dari pengaruh tekanan diferensial (berbeda) pada saat proses metamorfisme.
-          Non foliasi, struktur batuan metamorf yang tidak memperlihatkan penjajaran mineral-mineral dalam batuan tersebut.
Jenis-jenis Metamorfisme
  1. Metamorfisme kontak/termal
Metamorfisme oleh temperatur tinggi pada intrusi magma atau ekstrusi lava.
  1. Metamorfisme regional
Metamorfisme oleh kenaikan tekanan dan temperatur yang sedang, dan terjadi pada daerah yang luas.
  1. Metamorfisme Dinamik
Metamorfisme akibat tekanan diferensial yang tinggi akibat pergerakan patahan lempeng.

Facies Metamorfisme
Facies merupakan suatu pengelompokkan mineral-mineral metamorfik berdasarkan tekanan dan temperatur dalam pembentukannya pada batuan metamorf. Setiap facies pada batuan metamorf pada umumnya dinamakan berdasarkan jenis batuan (kumpulan mineral), kesamaan sifat-sifat fisik atau kimia.

Dalam hubungannya, tekstur dan struktur batuan metamorf sangat dipengaruhi oleh tekanan dan temperatur dalam proses metamorfisme. Dan dalam facies metamorfisme, tekanan dan temperatur merupakan faktor dominan, dimana semakin tinggi derajat metamorfisme (facies berkembang), struktur akan semakin berfoliasi dan mineral-mineral metamorfik akan semakin tampak kasar dan besar.
Macam-macam Batuan Metamorfisme

1. Slate

Slate merupakan batuan metamorf terbentuk dari proses metamorfosisme batuan sedimen Shale atau Mudstone (batulempung) pada temperatur dan suhu yang rendah. Memiliki struktur foliasi (slaty cleavage) dan tersusun atas butir-butir yang sangat halus (very fine grained).
Asal                             : Metamorfisme Shale dan Mudstone
Warna                          : Abu-abu, hitam, hijau, merah
Ukuran butir                : Very fine grained
Struktur                       : Foliated (Slaty Cleavage)
Komposisi                   : Quartz, Muscovite, Illite
Derajat metamorfisme : Rendah
Ciri khas                      : Mudah membelah menjadi lembaran tipis
2. Filit
Merupakan batuan metamorf yang umumnya tersusun atas kuarsa, sericite mica dan klorit. Terbentuk dari kelanjutan proses metamorfosisme dari Slate.
Asal                             : Metamorfisme Shale
Warna                          : Merah, kehijauan
Ukuran butir                : Halus
Stuktur                        : Foliated (Slaty-Schistose)
Komposisi                   : Mika, kuarsa
Derajat metamorfisme : Rendah – Intermediate
Ciri khas                      : Membelah mengikuti permukaan gelombang
3. Gneiss
Merupakan batuan yang terbentuk dari hasil metamorfosisme batuan beku dalam temperatur dan tekanan yang tinggi. Dalam Gneiss dapat diperoleh rekristalisasi dan foliasi dari kuarsa, feldspar, mika dan amphibole.
Asal                                   : Metamorfisme regional siltstone, shale, granit
Warna                                : Abu-abu
Ukuran butir                      : Medium – Coarse grained
Struktur                             : Foliated (Gneissic)
Komposisi                         : Kuarsa, feldspar, amphibole, mika
Derajat metamorfisme       : Tinggi
Ciri khas                            : Kuarsa dan feldspar nampak berselang-seling dengan lapisan tipis kaya amphibole dan mika.
4. Sekis
Schist (sekis) adalah batuan metamorf yang mengandung lapisan mika, grafit, horndlende. Mineral pada batuan ini umumnya terpisah menjadi berkas-berkas bergelombang yang diperlihatkan dengan kristal yang mengkilap.
Asal                             : Metamorfisme siltstone, shale, basalt
Warna                          : Hitam, hijau, ungu
Ukuran butir                : Fine – Medium Coarse
Struktur                       : Foliated (Schistose)
Komposisi                   : Mika, grafit, hornblende
Derajat metamorfisme : Intermediate – Tinggi
Ciri khas                      : Foliasi yang kadang bergelombang, terkadang terdapat kristal garnet
5. Marmer
Terbentuk ketika batu gamping mendapat tekanan dan panas sehingga mengalami perubahan dan rekristalisasi kalsit. Utamanya tersusun dari kalsium karbonat. Marmer bersifat padat, kompak dan tanpa foliasi.
Asal                             : Metamorfisme batu gamping, dolostone
Warna                          : Bervariasi
Ukuran butir                : Medium – Coarse Grained
Struktur                       : Non foliasi
Komposisi                   : Kalsit atau Dolomit
Derajat metamorfisme : Rendah – Tinggi
Ciri khas                      : Tekstur berupa butiran seperti gula, terkadang terdapat fosil, bereaksi dengan HCl.


6. Kuarsit
Adalah salah satu batuan metamorf yang keras dan kuat. Terbentuk ketika batupasir (sandstone) mendapat tekanan dan temperatur yang tinggi. Ketika batupasir bermetamorfosis menjadi kuarsit, butir-butir kuarsa mengalami rekristalisasi, dan biasanya tekstur dan struktur asal pada batupasir terhapus oleh proses metamorfosis .
Asal                             : Metamorfisme sandstone (batupasir)
Warna                          : Abu-abu, kekuningan, cokelat, merah
Ukuran butir                : Medium coarse
Struktur                       : Non foliasi
Komposisi                   : Kuarsa
Derajat metamorfisme : Intermediate – Tinggi
Ciri khas                      : Lebih keras dibanding glass


7. Milonit
Milonit merupakan batuan metamorf kompak. Terbentuk oleh rekristalisasi dinamis mineral-mineral pokok yang mengakibatkan pengurangan ukuran butir-butir batuan. Butir-butir batuan ini lebih halus dan dapat dibelah seperti schistose.
Asal                             : Metamorfisme dinamik
Warna                          : Abu-abu, kehitaman, coklat, biru
Ukuran butir                : Fine grained
Struktur                       : Non foliasi
Komposisi                   : Kemungkinan berbeda untuk setiap batuan
Derajat metamorfisme : Tinggi
Ciri khas                      : Dapat dibelah-belah


8. Filonit
Merupakan batuan metamorf dengan derajat metamorfisme lebih tinggi dari Slate. Umumnya terbentuk dari proses metamorfisme Shale dan Mudstone. Filonit mirip dengan milonit, namun memiliki ukuran butiran yang lebih kasar dibanding milonit dan tidak memiliki orientasi. Selain itu, filonit merupakan milonit yang kaya akan filosilikat (klorit atau mika)
Asal                             : Metamorfisme Shale, Mudstone
Warna                          : Abu-abu, coklat, hijau, biru, kehitaman
Ukuran butir                : Medium – Coarse grained
Struktur                       : Non foliasi
Komposisi                   : Beragam (kuarsa, mika, dll)
Derajat metamorfisme : Tinggi
Ciri khas                      : Permukaan terlihat berkilau


9. Serpetinit
Serpentinit, batuan yang terdiri atas satu atau lebih mineral serpentine dimana mineral ini dibentuk oleh proses serpentinisasi (serpentinization). Serpentinisasi adalah proses proses metamorfosis temperatur rendah yang menyertakan tekanan dan air, sedikit silica mafic dan batuan ultramafic teroksidasi dan ter-hidrolize dengan air menjadi serpentinit.
Asal               : Batuan beku basa
Warna            : Hijau terang / gelap
Ukuran butir  : Medium grained
Struktur         : Non foliasi
Komposisi     : Serpentine
Ciri khas        : Kilap berminyak dan lebih keras dibanding kuku jari

10. Hornfels
Hornfels terbentuk ketika shale dan claystone mengalami metamorfosis oleh temperatur dan intrusi beku, terbentuk di dekat dengan sumber panas seperti dapur magma, dike, sil. Hornfels bersifat padat tanpa foliasi.
Asal                             : Metamorfisme kontak shale dan claystone
Warna                          : Abu-abu, biru kehitaman, hitam
Ukuran butir                : Fine grained
Struktur                       : Non foliasi
Komposisi                   : Kuarsa, mika
Derajat metamorfisme : Metamorfisme kontak
Ciri khas                      : Lebih keras dari pada glass, tekstur merata

Struktur Geologi Sesar

1. Pengertian Sesar
Patahan atau sesar (fault) adalah satu bentuk rekahan pada lapisan batuan bumi yg menyebabkan satu blok batuan bergerak relatif terhadap blok yang lain. Pergerakan bisa relatif turun, relatif naik, ataupun bergerak relatif mendatar terhadap blok yg lain. Pergerakan yg tiba-tiba dari suatu patahan atau sesar bisa mengakibatkan gempa bumi. Sesar (fault) merupakan bidang rekahan atau zona rekahan pada batuan yang sudah mengalami pergeseran (Williams, 2004). Sesar terjadi sepanjang retakan pada kerak bumi yang terdapat slip diantara dua sisi yang terdapat sesar tersebut (Williams, 2004). Beberapa istilah yang dipakai dalam analisis sesar antara lain
a. Jurus sesar (strike of fault) adalah arah garis perpotongan bidang sesar dengan bidang horisontal dan biasanya diukur dari arah utara.
b. Kemiringan sesar (dip of fault) adalah sudut yang dibentuk antara bidang sesar dengan bidang horisontal, diukur tegak lurus strike.
c.  Net slip adalah pergeseran relatif suatu titik yang semula berimpit pada bidang sesar akibat adanya sesar.
d. Rake adalah sudut yang dibentuk oleh net slip dengan strike slip (pergeseran horisontal searah jurus) pada bidang sesar.

Gambar 1. Bagian-bagian Sesar

Keterangan gambar tersebut adalah
α  = dip
β  = rake of net slip
θ  = hade = 90o – dip
ab = net slip
ac = strike slip
cb = ad = dip slip
ae = vertical slip = throw
de = horizontal slip = heave

  Dalam penjelasan sesar, digunakan istilah hanging wall dan foot wall sebagai penunjuk bagian blok badan sesar. Hanging wall merupakan bagian tubuh batuan yang relatif berada di atas bidang sesar. Foot wall merupakan bagian batuan yang relatif berada di bawah bidang sesar.

Gambar 2. Hanging wall dan foot wall.

2. Ciri-ciri Sesar
Secara garis besar, sesar dibagi menjadi dua, yaitu sesar tampak dan sesar buta (blind fault). Sesar yang tampak adalah sesar yang mencapai permukaan bumi sedangkan sesar buta adalah sesar yang
terjadi di bawah permukaan bumi dan tertutupi oleh lapisan seperti lapisan deposisi sedimen. Pengenalan sesar di lapangan biasanya cukup sulit. Beberapa kenampakan yang dapat digunakan sebagai penunjuk adanya sesar antara lain :
a. Adanya struktur yang tidak menerus (lapisan terpotong dengan tiba-tiba)
b. Adanya perulangan lapisan atau hilangnya lapisan batuan.
c. Kenampakan khas pada bidang sesar, seperti cermin sesar, gores garis.

Gambar 3. Gores Garis (slickens slides)
d. kenampakan khas pada zona sesar, seperti seretan (drag), breksi sesar, horses, atau lices, milonit.

Gambar 4. Zona sesar
e. silisifikasi dan mineralisasi sepanjang zona sesar.
f. perbedaan fasies sedimen.
g. petunjuk fisiografi, seperti gawir (scarp), scarplets (piedmont scarp), triangular facet, dan terpotongnya bagian depan rangkaian pegunungan struktural.


Gambar 5. Triangular facet


Gambar 6. Faulth scarp
h. Adanya boundins : lapisan batuan yang terpotong-potong akibat sesar.

Gambar 7. Boundins

3. Klasifikasi Sesar
Klasifikasi sesar dapat dibedakan berdasarkan geometri dan genesanya
a. Klasifikasi geometris
1) Berdasarkan rake dari net slip.
·         strike slip fault (rake=0º)
·         diagonal slip fault (0 º < rake <90º)
·         dip slip fault (rake=90º)
2) Berdasarkan kedudukan relatif bidang sesar terhadap bidang perlapisan atau struktur regional
·         strike fault (jurus sesar sejajar jurus lapisan)
·         bedding fault (sesar sejajar lapisan)
·         dip fault (jurus sesar tegak lurus jurus lapisan)
·         oblique / diagonal fault (menyudut terhadap jurus lapisan)
·         longitudinal fault (sejajar struktur regional)
·         transversal fault (menyudut struktur regional)
3) Berdasarkan besar sudut bidang sesar
·         high angle fault (lebih dari 45o)
·         low angle fault (kurang dari 45o)
4) Berdasarkan pergerakan semu
·         normal fault (sesar turun)
·         reverse fault (sesar naik)
5) Berdasarkan pola sesar
·         paralel fault (sesar saling sejajar)
·         en chelon fault (sesar saling overlap dan sejajar)
·         peripheral fault (sesar melingkar dan konsentris)
·         radial fault (sesar menyebar dari satu pusat)
Gambar 8. Klasifikasi sesar

b. Klasifikasi genetis
Berdasarkan orientasi pola tegasan yang utama (Anderson, 1951) sesar dapat dibedakan menjadi :
·         Sesar anjak (thrust fault) bila tegasan maksimum dan menengah mendatar.
·         Sesar normal bila tegasan utama vertikal.
·         Strike slip fault atau wrench fault (high dip, transverse to regional structure)

4. Beberapa Jenis Sesar dan Penjelasannya
a. Sesar Normal / Sesar Turun (Extention Faulth)
Sesar normal dikenali juga sebagai sesar gravitasi, dengan gaya gravitasi sebagai gaya utama yang menggerakannya. Ia juga dikenali sebagai sesar ekstensi (Extention Faulth) sebab ia memanjangkan perlapisan, atau menipis kerak bumi. Sesar normal yang mempunyai salah yang menjadi datar di bagian dalam bumi dikenali sebagai sesar listrik. Sesar listrik ini juga dikaitkan dengan sesar tumbuh (growth fault), dengan pengendapan dan pergerakan sesar berlaku serentak. Satah sesar normal menjadi datar ke dalam bumi, sama seperti yang berlaku ke atas sesar sungkup. Pada permukaan bumi, sesar normal juga jarang sekali berlaku secara bersendirian, tetapi bercabang.
Cabang sesar yang turun searah dengan sesar utama dikenali sebagai sesar sintetik, sementara sesar yang berlawanan arah dikenali sebagai sesar antitetik. Kedua cabang sesar ini bertemu dengan sesar utama di bagian dalam bumi. Sesar normal sering dikaitkan dengan perlipatan. Misalnya, sesar di bagian dalam bumi akan bertukar menjadi lipatan monoklin di permukaan.
Hanging wall relatif turun terhadap foot wall, bidang sesarnya mempunyai kemiringan yang besar. Sesar ini biasanya disebut juga sesar turun.
Gambar 9. Extention Faulth

Patahan atau sesar turun adalah satu bentuk rekahan pada lapisan bumi yang menyebabkan satu blok batuan bergerak relatif turun terhadap blok lainnya. Fault scarp adalah bidang miring imaginer tadi atau dalam kenyataannya adalah permukaan dari bidang sesar.

b. Sesar naik (reverse fault / contraction faulth)
Sesar naik (reverse fault) untuk sesar naik ini bagian hanging wall-nya relatif bergerak naik terhadap bagian foot wall. Salah satu ciri sesar naik adalah sudut kemiringan dari sesar itu termasuk kecil, berbeda dengn sesar turun yang punya sudut kemiringan bisa mendekati vertical. Nampak lapisan batuan yg berwarna lebih merah pada hanging wall berada pada posisi yg lebih atas dari lapisan batuan yg sama pada foot wall. Ini menandakan lapisan yg ada di hanging wall udah bergerak relatif naik terhadap foot wall-nya.
Gambar 10. Reverse fault / contraction faulth

c. Sesar mendatar (Strike slip fault / Transcurent fault / Wrench fault)
Sesar mendatar (Strike slip fault / Transcurent fault / Wrench fault) adalah sesar yang pembentukannya dipengaruhi oleh tegasan kompresi. Posisi tegasan utama pembentuk sesar ini adalah horizontal, sama dengan posisi tegasan minimumnya, sedangkan posisi tegasan menengah adalah vertikal. Umumnya bidang sesar mendatar digambarkan sebagai bidang vertikal, sehingga istilah hanging wall dan foot wall tidak lazim digunakan di dalam sistem sesar ini. Berdasarkan gerak relatifnya, sesar ini dibedakan menjadi sinistral (mengiri) dan dekstral (menganan).

Gambar 11. Strike slip fault / Transcurent fault / Wrench fault

5. Aplikasi Sesar dalam Bidang Geologi
  • ·         Petroleum system
  • ·         Geothermal
  • ·         Geoteknik
  • ·         Penanggulangan daerah rawan bencana

Batubara

1. Pendahuluan
Batubara adalah batuan yang mudah terbakar yang lebih dari 50% -70% berat volumenya merupakan bahan organik yang merupakan material karbonan termasuk inherent moisture. Pengertian umum dari batubara adalah batuan sedimen yang dapat terbakar, terbentuk dari endapan organik, utamanya adalah sisa-sisa tumbuhan dan terbentuk melalui proses pembatubaraan. Unsur-unsur utamanya terdiri dari karbon, hidrogen dan oksigen. Batu bara juga adalah batuan organik yang memiliki sifat-sifat fisika dan kimia yang kompleks yang dapat ditemui dalam berbagai bentuk. Analisa unsur memberikan rumus formula empiris seperti C137H97O9NS untuk bituminus dan C240H90O4NS untuk antrasit.
Bahan organik utamanya yaitu tumbuhan yang dapat berupa jejak kulit pohon, daun, akar, struktur kayu, spora, polen, damar, dan lain-lain. Materi pembentuk batubara dapat berupa jenis:
  • Alga
  • Silofita
  • Pteridofita
  • Gimnospermae
  • Angiospermae

2. Pembentukan Batubara
Batubara bagus terbentuk dari endapan yang terbentuk pada zaman Karbon, kira-kira 340 juta tahun yang lalu (jtl)> Pada masa ini pembentukan batu bara terjadi paling produktif dimana hampir seluruh deposit batu bara (black coal) yang ekonomis di belahan bumi bagian utara terbentuk. Pada Zaman Permian, kira-kira 270 jtl, juga terbentuk endapan-endapan batu bara yang ekonomis di belahan bumi bagian selatan, seperti Australia, dan berlangsung terus hingga ke Zaman Tersier (70 - 13 jtl) di berbagai belahan bumi lain.
Selanjutnya bahan organik tersebut mengalami berbagai tingkat pembusukan (dekomposisi) sehingga menyebabkan perubahan sifat-sifat fisik maupun kimia baik sebelum ataupun sesudah tertutup oleh endapan lainnya. Proses pembentukan batubara terdiri dari dua tahap yaitu tahap biokimia (penggambutan) dan tahap geokimia (pembatubaraan).
a. Tahap Diagenetik atau Biokimia, dimulai pada saat material tanaman terdeposisi hingga lignit terbentuk. Agen utama yang berperan dalam proses perubahan ini adalah kadar air, tingkat oksidasi
dan gangguan biologis yang dapat menyebabkan proses pembusukan (dekomposisi) dan kompaksi material organik serta membentuk gambut
b. Tahap Malihan atau Geokimia, meliputi proses perubahan dari lignit menjadi bituminus dan akhirnya antrasit.
Tahap penggambutan (peatification) adalah tahap dimana sisa-sisa tumbuhan yang terakumulasi tersimpan dalam kondisi reduksi di daerah rawa dengan sistem pengeringan yang buruk dan selalu tergenang air pada kedalaman 0,5 – 10 meter. Material tumbuhan yang busuk ini melepaskan H, N, O, dan C dalam bentuk senyawa CO2, H2O, dan NH3 untuk menjadi humus. Selanjutnya oleh bakteri anaerobik dan fungi diubah menjadi gambut (Stach, 1982, op cit Susilawati 1992).
Tahap pembatubaraan (coalification) merupakan gabungan proses biologi, kimia, dan fisika yang terjadi karena pengaruh pembebanan dari sedimen yang menutupinya, temperatur, tekanan, dan waktu terhadap komponen organik dari gambut (Stach, 1982, op cit Susilawati 1992). Pada tahap ini prosentase karbon akan meningkat, sedangkan prosentase hidrogen dan oksigen akan berkurang (Fischer, 1927, op cit Susilawati 1992). Proses ini akan menghasilkan batubara dalam berbagai tingkat kematangan material organiknya mulai dari lignit, sub bituminus, bituminus, semi antrasit, antrasit, hingga meta antrasit.

Gambar 1. Tahap Pembentukan Batubara

Gambar 2. Skema Pembentukan Batubara
Faktor – faktor yang berpengaruh dalam pembentukan batubara antara lain :
a. Posisi Geotektonik
Posisi geotektonik akan berpengaruh pada pembentukan cekungan batubara yang dikontrol oleh gaya-gaya tektonik lempeng.
b. Topografi
Topografi berpengaruh terbatas pada iklim dan morfologi dari cekungan batubara sehingga menentukan penyebaran rawa-rawa dimana batubara terbentuk.
c. Iklim
Iklim berpengaruh pada pertumbuhan flora pembentuk batubara.
d. Penurunan
Penurunan cekungan akan berpengaruh pada ketebalan lapisan batubara yang terebdapkan didalamnya.
e. Umur Geologi
Umur geologi disini berpengaruh pada kualitas terbentuknya batubara.
f. Tumbuhan
Tumbuhan tentu sangat berpengaruh pada pembentukan batubara karena memang batubara terbentuk oleh akumulasi sisa tumbuh – tumbuhan yang tertimbun dalam sedimen. Kualitas tumbuhan akan berpengaruh terhadap kualitas batubara yang terbentuk.
g. Dekomposisi
Dekomposisi flora merupakan bagian dari transformasi biokimia dari organik dan merupakan titik awal untuk seluruh akterasi.
h. Metamorfosa Organik
Tingkat kedua dalam pembentukan batubara adalah penimbunan atau penguburan oleh sedimen baru. Proses ini lebih didominasi oleh proses dinamokimia yang menyebabkan perubahan gambut menjadi batubara dalam berbagai mutu. Proses metemorfosa organik akan dapat mengubah gambut menjadi batubara sesuai dengan perubahan sifat kimia, fisik, dan optiknya.



3. Klasifikasi Batubara
Berdasarkan tingkat proses pembentukannya yang dikontrol oleh tekanan, panas dan waktu, batu bara umumnya dibagi dalam lima kelas: antrasit, bituminus, sub-bituminus, lignit dan gambut.
  • Antrasit adalah kelas batu bara tertinggi, dengan warna hitam berkilauan (luster) metalik, mengandung antara 86% - 98% unsur karbon (C) dengan kadar air kurang dari 8%.

Gambar 3. Antrasit
  • Bituminus mengandung 68 - 86% unsur karbon (C) dan berkadar air 8-10% dari beratnya. Kelas batu bara yang paling banyak ditambang di Australia.
  • Sub-bituminus mengandung sedikit karbon dan banyak air, dan oleh karenanya menjadi sumber panas yang kurang efisien dibandingkan dengan bituminus.

Gambar 4. Sub-bituminus
  • Lignit atau batu bara coklat adalah batu bara yang sangat lunak yang mengandung air 35-75% dari beratnya.

Gambar 5. Lignit
  • Gambut, berpori dan memiliki kadar air di atas 75% serta nilai kalori yang paling rendah.

    Gambar 6. Gambut
    Faktor-faktor yang berperan pada pembentukan gambut
    • Evolusi tumbuhan : jenis tumbuhan pada skala waktu geologi.
    • Iklim : berpengaruh terhadap kecepatan tumbuh dan variasi jenis tumbuhan serta proses dekomposisi
    • Geografi dan posisi : kenaikan muka air tanah relatif lambat, dan ada perlindungan rawa terhadap pantai atau sungai.
    • Struktur Geologi dan tektonik :Adanya keseimbangan antara penurunan cekungan terhadap kecepatan penumpukan sisa tumbuhan (kesimbangan biotektonik).

    4. Bentuk Batubara
    Lapisan batubara terbentuk berdasarkan bentuk lingkungan pengendapannya dan struktur. Ada beberapa bentuk lapisan batubara, diantaranya adalah:
    1. Endapan Batubara bentuk Horse Back
    Dicirikan oleh perlapisan batubara dan batuan yang menutupinya melengkung kearah atas akibat gaya kompresi.

    Gambar 7. Endapan Batubara bentuk Horse Back
    1. Bentuk Clay Vein
    Bentuk ini terjadi apabila diantara 2 bagian deposit batubara terdapat urat lempung.
    1. Bentuk Pinch
    Dicirikan oleh perlapisan yang menipis dibagian tengah. Pada umumnya dasar lapisan batubata merupakan batuan yang plastis.
    1. Endapan Batubara bentuk Burreid Hill
    Bentuk ini terjadi apabila didaerah dimana batubara semula terbentuk, terdapat akumulasi sehingga lapisan batubara seperti “terintrusi”.

    Gambar 8. Endapan Batubara bentuk Burreid Hill
    1. Endapan Batubara Akibat Sesar
    Bentuk ini terjadi apabila didaerah dimana deposit batubara mengelami seri patahan

    Gambar 9. Endapan Batubara Akibat Sesar
    1. Endapan Batubara Akibat Lipatan
    Bentuk ini terjadi apabila didaerah dimana deposit batubara mengalami perlipatan

    Gambar 10. Endapan Batubara Akibat Lipatan



    5. Batubara di Indonesia
    Di Indonesia, endapan batubara yang bernilai ekonomis terdapat di cekungan Tersier, yang terletak di bagian barat Paparan Sunda (termasuk Pulau Sumatera dan Kalimantan), pada umumnya endapan batu bara ekonomis tersebut dapat dikelompokkan sebagai batu bara berumur Eosen atau sekitar Tersier Bawah, kira-kira 45 juta tahun yang lalu dan Miosen atau sekitar Tersier Atas, kira-kira 20 juta tahun yang lalu menurut Skala waktu geologi.
    Batubara ini terbentuk dari endapan gambut pada iklim purba sekitar khatulistiwa yang mirip dengan kondisi kini. Beberapa diantaranya tegolong kubah gambut yang terbentuk di atas muka air tanah rata-rata pada iklim basah sepanjang tahun. Dengan kata lain, kubah gambut ini terbentuk pada kondisi dimana mineral-mineral anorganik yang terbawa air dapat masuk ke dalam sistem dan membentuk lapisan batu bara yang berkadar abu dan sulfur rendah dan menebal secara lokal. Hal ini sangat umum dijumpai pada batu bara Miosen. Sebaliknya, endapan batu bara Eosen umumnya lebih tipis, berkadar abu dan sulfur tinggi. Kedua umur endapan batu bara ini terbentuk pada lingkungan lakustrin, dataran pantai atau delta, mirip dengan daerah pembentukan gambut yang terjadi saat ini di daerah timur Sumatera dan sebagian besar Kalimantan.

    Gambar 11. Cekungan Batubara di Indonesia



    DAFTAR PUSTAKA



    Anonim. 2009. Batubara.
    URL : www.wikipedia.org [Online : 15 Oktober 2009]
    Anonim. 2006. Litbang Teknologi Pengolahan dan Pemanfaatan Batubara
    URL : www.ilmubatubara.wordpress.com [Online : 15 Oktober 2009]
    Erwan. Kelas dan Jenis Batubara.
    URL : www.tamangeologi.blogspot.com [Online : 15 Oktober 2009]
    Sukandarrumidi. 2008. Batubara dan Gambut. Yogyakarta : UGM Press